
Ustadz Abdul Basith (Tengah), diapit oleh 2 Anggota BP Lazismu Jatim, Imam Fauzi (Kiri) dan Ahmad Saifu (Kanan) di Masjid Nabawi, Madinah.
Alhamdulillah, Jumat 4 Muharram 1440 Hijriyah lalu, kami, Imam Fauzi dan Achmad Saifu, Anggota BP Lazismu Jawa Timur, selesai menunaikan ibadah haji berkesempatan bertemu dengan Ustadz Abdul Basith Abdul Azis saat di kota Madinah.
Menarik untuk dikisahkan kepada donatur Lazismu bahwa donasi ZISKA dari donatur bisa mengantarkan seorang Abdul Basith ke Universitas Islam Madinah (UIM). Siapa sih sebenarnya sosok Abdul Basith ? Simak kisahnya berikut ini yang diceritakannya kepada Imam Fauzi, Lazismu Jatim.
Menyelesaikan pendidikan MI – MTs di kampung halaman
Saya, Abdul Basith Abdul Azis, lahir pada tanggal 2 September 1992 di Sapeken, Sumenep, sebuah kepulauan terpencil ujung timur pulau Madura. Dari kabupaten ke kota Sumenep menempuh perjalanan laut kurang lebih 15 jam.
Saya lahir dari keluarga sederhana dengan berbagai kekurangan tidak menyurutkan semangat saya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Tepatnya pada tahun 2009 saya memasuki sebuah pondok pesantren yang berada di kabupaten Sampang, Madura. Nama pesantrennya MA’HAD ALITTIHAD AL ISLAMI Camplong. Di pesantren ini saya menempuh pendidikan MA selama 4 tahun, disinilah saya banyak belajar dasar-dasar ilmu agama yang nantinya menjadi bekal dan modalnya untuk mengikuti tes seleksi Universitas Islam Madinah.
Pada tahun 2012 saya lulus pesantren atas pertolongan Allah dan kebaikan pimpinan pesantren yang pada waktu itu telah memberikan dispensasi keringanan 50% SPP bulanan. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dan merahmati kedua orang tua beliau.
Setelah menamatkan pendidikan di MA’HAD ALITTIHAD AL ISLAMI CAMPLONG ada keinginan untuk langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Akan tapi karena memang pada waktu itu belum ada biaya untuk daftar kuliah, saya memilih untuk menghafal Al-Qur’an di salah satu pondok pesantren Tahfizh di Boyolali Jawa tengah. Kurang lebih satu tahun lamanya saya akhirnya mengkhususkan diri untuk menghafal Kalam Allah.
Keinginan kuat untuk memperdalam pengetahuan ilmu agama saya semakin kuat tepatnya setelah selesai menghafal Al-Qur’an, hati semakin kuat, tekad semakin bulat bahwa jiwa ini hanya untuk agama Allah, “saya harus belajar agama ini dengan baik ditempat terbaik menurut Allah, saya harus belajar agama ini ditempat dimana awal ia disebarkan” itulah tekad saya waktu itu.
Tapi terkadang Allah punya cara sendiri untuk menguji keyakinan seseorang hamba. Di tengah keinginan yang menggebu untuk belajar agama, tepatnya beberapa bulan setelah selesai di pesantren Tahfizh, saya mendapatkan beberapa tawaran beasiswa di beberapa Universitas swasta dan negeri waktu itu, diantaranya beasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) juga pernah.
Terakhir pada awal tahun 2014, waktu itu saya sudah berada di Jakarta sedang berkursus bahasa Arab di kampus LIPIA. Saya bertemu langsung dengan Dr. Nurhadi, salah satu dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliau menawarkan beasiswa yang sama yakni di Fakultas kedokteran di UIN Syarif Hidayatullah. Beasiswa ini konon katanya diperuntukkan hanya untuk yang sudah hafizh Al-Qur’an.
MasyaAllah. Disitulah kebenaran sabda Rasulullah “Barang siapa yang mewakafkan waktunya untuk Al-Qur’an, Allah akan cukupkan (mudahkan) baginya urusannya di dunia lebih lagi di akhirat ”
“Mohon maaf bukan maksud tidak menerima tawaran dan niat baik bapak, saya mengucapkan terima kasih banyak atas niat ini. Namun, sampai saat ini saya masih ingin memperdalam ilmu agama, saya masih awam, biarlah saudara-saudara saya yang lain mengambil kesempatan ini”. Itulah jawaban saya waktu itu.
Perjalanan Singkatku Hingga Kuliah di Madinah
Pada pertangahan tahun 2014 saya mempersiapkan segalanya untuk mendaftar kuliah ke timur tengah, kecuali berkas-berkas persyaratan yang belum diterjemahkan. Waktu itu saya mengeluarkan uang kurang lebih satu juta Rupiah untuk mengurus pendaftaran.
Sambil menunggu kemudahan dan dapat memenuhi kekurangannya, beberapa hari kemudian saya diajak teman ke Makassar, Sulawesi Selatan. Bukan untuk jalan-jalan, namun pada waktu itu teman menyampaikan jika ada Masjid yang membutuhkan Imam untuk sholat lima waktu dan tarawih selama bulan Ramadhan. Setelah menunggu hari libur kursus bahasa Arab, saya pun berangkat dengan akomodasi dan transportasi yang sudah disiapkan oleh DKM Masjid. Bismillah, sampai di Makassar, hari-hari pun saya lalui sampai selesai bulan Ramadhan.
Nah, setelah semua berkas lengkap, saya melakukan pendaftaran via online di website Universitas Islam Madinah dan ikut muqobalah (tes seleksi) yang kebetulan waktu itu juga diadakan di Makassar. Sambil menggunakan hasil kelulusan tahun 2015, saya berkuliah di salah satu Universitas swasta di Makassar. Selama satu setengah tahun saya menunggu hasil tes, Alhamdulillah akhirnya saya lulus.
Setelah semua nama-nama yang diterima sudah terlampir di website kampus, saya pun segera mengurus Ijro’at keberangkatan, mulai dari pemberkasan, visa, hingga tiket. Pengurusan keberangkatan tidak terlihat seperti biasanya, calling visa dikenakan biaya rusum 2000 SR (Sudia Real), jika dikurskan ke rupiah kurang lebih Rp. 8 juta. Saya pun harus melunasi pembayaran itu semua.
Saya punya simpanan sedikit selama menjadi imam Masjid di Makasar, tapi qadarullah Allah takdirkan saya menikah sebelum pengumuman kelulusan. Simpanan itu saya gunakan untuk keperluan pernikahan,
Dalam posisi itu, saya komunikasi dengan ustadz Abdul Khamil, Manager Lazismu kabupaten Jember. Beliau pun merespon baik dan mengikhtiarinya. Lumayan lama tidak ada kabar waktu itu, sementara pelunasan biaya visa semakin dekat sampai pada akhirnya saya berkomunikasi dengan salah satu ustadz perihal problem saya waktu itu. Saya sampaikan kepada beliau, “Saya mau pinjam uang buat pelunasan biaya keberangkatan saya. Barangkali ada orang-orang terdekat antum yang mau menalangi biaya keberangkatan saya, InsyaAllah saya akan kembalikan setelah punya uang”. Beliau menjawab, datanglah besok.
Esok hari saya datang ke beliau, beliau menyanggupi kebutuhan yang saya sampaikan itu. Saya pun membayar biaya pengurusan pra keberangkatan waktu itu dengan uang pinjaman ustadz tadi.
Suatu hari setelah pelunasan saya sampaikan ke ustadz Kamil, “Alhamdulillah saya sudah melunasi biaya pengurusan keberangkatan saya, ada salah satu Muhsinin yang membantu pelunasannya. Terkait permohonan bantuan dana keberangkatan yang saya kirim ke Lazismu saya batalkan, terimakasih banyak atas respon Lazismu”. Waktu itu yang saya dengar di grup WA, pihak Lazismu sudah memproses permohonan saya.
Setelah itu ustadz Khamil menjawab, InsyaAllah akan tetap dicairkan dan bisa buat tambahan bekal di perjalanan, harapan Lazismu nanti antum kembali ke Indonesia terkhusus kembali ke pesantren modern Muhammadiyah di Pakusari, jember”
MasyaAllah. Benarlah firman Allah SWT dan sabda Rasul-Nya Muhammad SAW, “Jika engkau menolong agama Allah, ia akan menolongmu, dan barang siapa yang mewakafkan waktunya untuk Al-Qur’an, Allah akan cukupkan (beri kemudahan) baginya urusannya di dunia lebih lagi di akhirat”.
جزاكم الله خيرا وعسى الله أن يجعل هذا في ميزان حسناتكم
Terima kasih banyak kami ucapkan kepada Lazismu dan para Muhsinin yang telah hadir ditengah-tengah kehidupan saya dan memberikan partisipasi dan dukungan sejauh ini. Semoga Allah mencatatnya sebagai pemberat amal kebaikan bagi semua yang telah membantu saya. Aamiin.
Masa berlalu setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 13 September 2018 saya merasa mendapat kehormatan saat dihubungi via WA oleh ustadz Imam Fauzi. Beliau tak lain adalah salah satu Anggota Badan Pengurus Lazismu Jawa Timur, yang kebetulan beliau sedang menunaikan ibadah haji dan saat itu sedang berada di kota Madinah bersama ustadz Ahmad Saifu yang juga Anggota Badan Pengurus Lazismu Jatim.
Saya kaget koq ust. Fauzi bisa tahu saya. Ternyata beliau bercerita saat masuk kota Madinah teringat pernah mencairkan dana bantuan buat seorang calon mahasiswa dari Jember yang akan menempuh studi di Universitas Madinah. Beliau sempat kontak ke ust. Zainul Muslimin, Ketua BP Lazismu Jatim perihal cerita saya, lalu menghubungi Ust. Khamil selaku Manager Lazismu Jember. Dari ust. Khamil itulah ust. Fauzi bisa menghubungi saya.
Alhamdulillah saya bisa berdiskusi panjang hari itu dengan beliau berdua di lobby hotel. Setelah itu sempat diajak makan siang menu masakan Indonesia, Alhamdulillah, semoga Allah senantiasa menjaganya bersama Lazismu.
Banyak hal yang kami diskusikan siang hari itu terkait Lazismu dan program-programnya. Salah satu pesan yang saya terima adalah beliau mengharapkan setelah lulus bisa kembali ke Indonesia untuk membantu pengembangan dakwah dan Muhammadiyah, serta memotivasi kader-kader Persyarikatan untuk bisa tampil dan belajar di Universitas Madinah ini. Sebelum berpisah kami sempat sholat ashar bersama-sama di masjid Nabawi. Sebuah perjumpaan singkat namun sangat bermakna bagi saya.
Salam ta’dzim kami dari kota Rasulullah SAW Madinah Al Munawwarah
Akhukum, Abdul Basith Abdul Aziz
Madinah, 5 Muharram 1440 H / 14 Sept 2018 M