Harta Simpanan, Apakah Wajib Dizakati ?

Sebagian dari kita tentu ada yang mempunyai harta simpnan, entah itu berbentuk perhiasan (emas/perak) atau dana (uang) atau yang lainnya. Tentu sebagai insan Muslim yang beriman dan bertaqwa kita akan bertanya untuk introspeksi apakah Allah SWT ridho dengan harta simpanan kita. Karena jika kita tidak tepat mengelola harta simpanan kita, ada ancaman siksaan yang pedih dari Allah. Lalu, menurut agama Islam, apakah harta simpanan itu wajib dizakati?

Harta Simpanan (al- Żahab wa al-Fiḍḍah) yaitu harta yang tidak digunakan sebagai modal usaha. Harta tersebut didiamkan menganggur. Harta simpanan pada pembahasan ini meliputi simpanan emas dan perak, simpanan uang, dan simpanan tanah dan bangunan.

1. Zakat Simpanan Emas dan Perak

Dalil wajibnya zakat simpanan emas dan perak, yaitu firman Allah SWT:“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (Q.S. al- Taubah [9]: 34).

Maksud ayat ini adalah barang siapa menyimpan emas dan perak tidak membayar zakatnya, akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat kelak. Menumpuk emas dan perak haram hukumnya jika tidak ditunaikan zakatnya. Menyimpan emas dan perak tidak haram jika ditunaikan zakatnya (Wahbah al-Zuḥailī, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah, wa al-Syrī’ah, al-Manhaj, (Dimasyq: Dār al-Fikr, 1418) X: 192).

Dalil wajibnya zakat simpanan emas dan perak juga terdapat dalam hadis Nabi SAW, yaitu: Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa memiliki emas atau perak tidak mengeluarkan   zakatnya,   pada   hari   kiamat   nanti   akan  disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskannya dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali lempengan tersebut dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.” (H.R. Muslim) Muslim, Saḥīḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Jīl, t.t.) III: 70, hadis nomor 2337).

Adanya ancaman bagi penyimpan emas dan perak yang tidak membayar zakat menujukkan wajibnya zakat atas simpanan emas dan perak. Kewajiban zakat atas simpanan emas dan perak sudah menjadi ijma’ ulama (Waḥbah al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū – Beirut: Dār al-Fikr, 2004, III: 1821).

Niṣāb zakat emas sebesar 20 miṡqāl atau 20 dinar. Dinar merupakan koin emas yang beredar pada masa Nabi yang berasal dari Kerajaan Romawi Bizantium. 1 dinar beratnya 4,25 gram. Dengan demikian, niṣāb emas yaitu 20 x 4,25= 85 gram. Zakat simpanan emas yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5% dari simpanan emas yang ada.

Niṣāb zakat perak sebesar 200 dirham. Dirham adalah koin perak yang beredar pada masa Nabi yang berasal dari Kerajaan Persia. Berat 1 koin dirham yaitu 2,975 gram. Dengan demikian, niṣāb simpanan perak yaitu: 200 x 2,975 = 595 gram. Zakat simpanan perak yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5 % dari seluruh simpanan emas yang ada (Yūsuf al-Qaraḍāwī, Hukum Zakat, alih bahasa Salman Harun dkk, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2020) halaman 259).

Yūsuf al-Qaraḍāwī dalam kesimpulannya tentang zakat emas dan perak menyatakan:

  1. Barang siapa memiliki kekayaan emas atau perak untuk simpanan, dia wajib mengeluarkan zakatnya. Karena emas dan perak merupakan sumber untuk pengembangan.
  2. Jika emas dan perak digunakan seseorang maka dilihat penggunaannya. Jika digunakan untuk hal hal yang terlarang, seperti digunakan untuk piala, hiasan dinding, perhiasan laki- laki, seperti kalung dan gelang, maka terkena zakat.

Termasuk kategori pemakaian terlarang yaitu penggunaan emas secara berlebihan oleh perempuan. Emas yang digunanakan secara berlebihan oleh perempuan juga terkena zakat. Ukuran berlebihan berdasarkan kebiasaan.

Perhiasan emas dan perak yang mubah, seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebihan serta cincin perak laki-laki, tidak terkena zakat karena tidak tergolong harta berkembang, melainkan sebagai perhiasan yang menjadi kebutuhan manusia yang dibolehkan dalam syariat

  1. Yang wajib dikeluarkan zakatnya dari perhiasan atau tempat- tempat hiasan adalah 2,5 % dari nilai perhiasan yang dikeluarkan dalam bentuk
  2. Niṣāb zakat perhiasan adalah senilai 85 gram emas Yang menjadi ukuran adalah nilai perhiasannya, bukan ukurannya (Yūsuf al-Qaraḍāwī, Hukum Zakat, 296).

Jika seseorang memiliki simpanan emas dan perak, menurut jumhur ulama selain Syafī’iyyah, semua simpanan tersebut digabung untuk dikeluarkan zakatnya. Menurut Wahbah al-Zuhaili, pendapat ini yang lebih rājiḥ (Waḥbah al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū, (Beirut: Dār al-Fikr, 2004) III: 1821).

2. Zakat Uang

Pada pembahasan zakat simpanan emas dan perak, telah dijelaskan, bahwa emas dan perak pada masa Nabi merupakan koin mata uang. Uang berfungsi sebagai alat tukar, pengukur harga, dan alat penyimpanan kekayaan. Fungsi emas dan perak sebagai mata uang sekarang sudah digantikan oleh uang kertas yang berlaku di setiap negara. Dengan demikian, simpanan uang yang dimiliki seorang    muslim juga terkena zakat jika telah memenuhi persyaratannya.

Syarat-syarat simpanan uang yang terkena zakat adalah sebagai berikut:

  1. Mencapai niṣāb, yaitu senilai 85 gram emas
  2. Berlalu 1 tahun (ḥaul).
  3. Milik yang bersangkutan
  4. Lebih dari kebutuhan
  5. Bebas dari utang yang mengakibatkan kurang dari niṣāb
    (Tim Penulis Fikih Zakat Kontekstual Indonesia, Fikih Zakat Kontekstual Indonesia, Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional, 2018, hal. 108).

Simpanan uang yang dimaksud di sini adalah uang yang disimpan sendiri, atau disimpan di bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, atau simpanan lainnya. Jika uang disimpan di bank konvensional, maka yang dihitung hanya simpanan pokoknya, bunga tidak dihitung sebagai harta terkena zakat karena tergolong riba. Bunga yang diperoleh dari hasil simpanan di bank konvensional digunakan untuk kepentingan sosial seluruhnya. Jika uang disimpan di bank syariah, maka semua uang simpanan, baik simpanan pokok, bagi hasil, atau bonus yang diterima, terkena zakat.

3. Zakat Simpanan Tanah atau Bangunan

Tanah yang dibeli untuk ditanami tanaman atau buah-buahan tidak terkena zakat. Yang terkena zakat adalah tanaman atau buah- buahan yang dihasilkannya. Jika tanah disewakan, maka yang terkena zakat adalah hasil dari persewaan tanah tersebut, bukan nilai dari tanahnya.

Bangunan yang dibeli atau dibangun untuk digunakan sendiri tidak terkena zakat karena tidak tergolong harta berkembang. Jika bangunan disewakan, maka yang terkena zakat adalah hasil dari persewaan bangunan tersebut. Nilai dari bangunannya sendiri tidak terkena zakat.

Jika tanah atau bangunan dibeli sebagai simpanan untuk dijual suatu saat nanti maka status dari tanah tersebut sama dengan simpanan emas dan perak. Simpanan tanah atau bangunan terkena zakat jika nilainya minimal senilai 85 gram emas murni. Zakat wajib dikeluarkan setiap tahun sebesar 2,5 % dari nilai tanah atau bangunan tersebut.

4. Penggabungan Zakat Seluruh Harta Simpanan

Seluruh harta simpanan yang dimiliki seorang muslim, baik berupa emas, perak, uang, tanah, dan bangunan, zakatnya digabungkan. Jika seseorang memiliki simpanan uang tidak sampai niṣāb, tetapi jika uang tersebut digabung dengan simpanan lain, seperti emas misalnya, mencapai niṣāb, maka wajib dikeluarkan zakat dari seluruh harta simpanan yang dimiliki sebesar 2,5%, sebagaimana pendapat jumhur fuqahā’, selain Ḥanāfiyyah.

Catatan. Besar zakat 2,5 % ini jika ḥaul menggunakan tahun Qomariyah. Jika menggunakan tahun Miladiyah, maka besar zakat yaitu : 2,5 % x 365 : 354 = 2,5778 %

Sumber : Fiqh Zakat Kontemporer Majelis Tarjih – PP Muhammadiyah

[divider]

Bayar ZAKAT melalui LAZISMU..

Transfer ke Rekening :

  • Bank Syariah Indonesia BSI No. 9000 009 994 a/n LAZIS MUHAMMADIYAH JATIM ZAKAT
  • Bank Jatim Syariah No. 6141 111 999 a/n Lazismu Jatim Zakat
  • Bank Muamalat No. 7710 015 630 a/n LAZIS MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR (ZAKAT)
  • Konfirmasi :
    • Transfer : 0851-5606-3595
    • Informasi : 0851-6170-2078
Scroll to Top